Minggu, 29 April 2012

Kiprah Lilis Mariani, Perempuan Ahli Roket Indonesia Takut Kecewa Setiap Lakukan Uji Coba








Lilis Mariani, salah seorang di antara ahli roket perempuan yang masih langka di Indonesia. Foto : Hilmi Setiawan/Jawa Pos
Kiprah perempuan dalam teknologi roket tanah air masih terbilang langka. Di antara yang langka itu adalah Ir Lilis Mariani MEng yang kini berkiprah di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
 
  M. HILMI SETIAWAN, Jakarta

BERBICARA roket, yang terbayang di benak adalah sebuah benda panjang dengan moncong runcing yang mampu terbang menjelajahi ruang angkasa. Kemudian, ia bisa mendarat di bulan dan menurunkan sejumlah astronot.
 
Bayangan seperti itu juga muncul saat Lilis Mariani akan menjejakkan kaki di dunia roket tanah air. Setelah tamat SMAN 21 Jakarta pada 1987, Lilis muda memberanikan bergabung ke Lapan. Alasan Lilis kala itu adalah lokasinya dekat dengan rumahnya di kawasan Rawamangun, Jakarta.
 
Sayangnya, hingga saat ini, bayangan roket buatan Indonesia yang mampu mengarungi ruang angkasa itu belum terwujud. "Perlu pengembangan cukup lama lagi untuk menciptakan roket yang bisa menjelajah sampai ruang angkasa. Saat ini, roket kita masih di dalam atmosfer," terang ibunda Dian Fadhilah Nugraha, 12; dan Meydiandra Anisa, 9; itu ketika ditemui di Park Hotel, Jakarta, Kamis lalu (5/4).
 
Lilis menuturkan, perkembangan roket di Indonesia berjalan dinamis. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, kualitas penciptaan roket Indonesia tidak kalah. Tetapi, jika dibandingkan dengan India, Jepang, Tiongkok, dan Iran, teknologi roket negeri ini kalah jauh. "India, misalnya, sudah memiliki roket yang mampu menjelajah luar angkasa," kata dia.
 
Alumnus S-2 bidang aerospace engineering di Nagoya University itu menjelaskan, sejak berkarir di Lapan, dirinya terus berada di bidang roket. Perempuan yang menjabat sebagai kepala bidang teknologi struktur dan mekanik Pusat Teknologi Roket (Pustekroket) Lapan tersebut mengaku sudah lupa berapa banyak roket yang dihasilkan bersama tim. Baik untuk kepentingan riset internal Lapan maupun memenuhi pesanan pihak luar, seperti Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta PT Pindad.
 
Peneliti yang meraih gelar sarjana di Missouri University of Science and Technology itu mengatakan, banyak proyek pembuatan roket yang masuk kategori rahasia. Karena berkaitan dengan bidang pertahanan negara, teknologinya tidak boleh bocor ke pihak lain. Tetapi, ada juga pembuatan roket yang bersifat umum dan tidak rahasia. Roket jenis itu, antara lain, berfungsi untuk urusan meteorologi atau mitigasi bencana.
 
Saat ini, Lilis bersama tim roket Lapan sedang mengerjakan empat proyek roket sekaligus. Empat proyek roket itu adalah roket RX-550, roket cair, roket konversi, dan roket kendali. Di antara empat roket tersebut, jenis roket yang bisa mendongkrak kemampuan perakitan roket Indonesia adalah roket kendali.  "Sebab, selama ini Indonesia masih belum memiliki roket kendali," kata perempuan kelahiran Jakarta, 19 Maret 1968, itu.
 
Pada saat proyek roket kendali terus dikebut, Lilis juga menerangkan perkembangan roket RX-550 (kaliber 500 mm). Roket yang memiliki panjang 8-10 meter itu hingga saat ini masih terus menjalani tahap revisi desain. Lapan menargetkan, roket yang mampu meluncur hingga 500 km tersebut rampung akhir tahun ini.
 
Roket yang sedang dirancang memiliki kecepatan tujuh kali kecepatan suara -satu kali kecepatan suara sama dengan 350 m/detik- itu berfungsi sebagai roket pengorbit satelit. Di tengah banyaknya jenis roket yang pernah dia buat, Lilis menyatakan selalu deg-degan ketika mengikuti uji coba peluncuran roket. Daerah yang sering digunakan Lapan untuk titik uji coba roket, antara lain, Garut, Jawa Barat, dan Baturaja, Sumatera Selatan.
 
Meski sudah merakit dan menguji coba roket bertahun-tahun, istri Didik S. itu sering kecewa jika melihat roket gagal dalam misi uji coba. "Ya, kalau gagal uji coba, itu banyak. Misalnya, meledak semua atau macet tidak bisa meluncur," katanya.
 
Jika roket yang diuji coba meledak dan rata-rata hancur menjadi puing-puing, Lilis bersama tim harus memulai sejak awal lagi untuk merakit roket sejenis. Begitu pula, ketika roket berhasil meluncur saat uji coba, dia harus membuat lagi yang baru. Sebab, rata-rata roket bersifat sekali pakai. Hanya pesawat ulang-alik yang termasuk kategori roket tidak habis pakai.
 
Pada saat tren positif perkembangan teknologi roket di tanah air, terdapat persoalan regenerasi ahli roket yang lambat. Khususnya, ahli roket perempuan. Perbandingan ahli roket perempuan dan laki-laki di Lapan sangat tidak berimbang. Ahli roket perempuan hanya belasan orang, sedangkan yang laki-laki hampir seratus orang.
 
Menurut Lilis, profesi sebagai ahli roket terbuka bagi siapa saja. "Perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama. Asal sungguh-sungguh dan mau belajar, siapa saja bisa berkarir di bidang ini," ujar perempuan yang hobi berkebun itu.
 
Lilis menambahkan, memang ada kesan rumit ketika mempelajari teknologi roket. Kerumitan mempelajari roket di Indonesia tambah pelik karena belum ada perguruan tinggi yang mengadakan program khusus tentang teknologi roket. Hingga saat ini, materi tentang roket disisipkan dalam program teknik penerbangan di beberapa kampus.
 
Memang dalam perkembangannya, ilmu tentang roket bisa dipelajari lebih sederhana. Di antaranya, melalui roket air. Dengan memanfaatkan air sebagai pengganti bahan bakar, roket air tercatat bisa meluncur hingga 2.000 kaki atau sekitar 623 meter.
 
Selain itu, teknologi roket secara sederhana bisa dilihat pada sistem kembang api yang sering diluncurkan di malam pergantian tahun. "Saya berharap kepada generasi muda Indonesia agar tidak perlu takut mempelajari teknologi roket," katanya.
 
Lapan berupaya membuka akses masyarakat untuk mempelajari roket. Di antaranya, dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat, terutama anak-anak, yang ingin melihat perkembangan dan cara kerja roket di Pustekroket Tarogong, Jawa Barat. Anak-anak bisa mempelajari roket dari media roket air.
 
Lilis mengatakan, dirinya bisa betah bertahun-tahun menekuni bidang roket karena menjalani kerumitan merakit atau membuat roket dengan senang. "Kerumitan itu harus diubah menjadi tantangan," ucap perempuan yang ingin masuk markas NASA (National Aeronautics and Space Administration) di Washington, AS, itu.
 
Dia berharap, dengan semakin banyaknya pemuda yang berminat menekuni bidang roket, perkembangan roket tanah air bisa melaju cepat. Harapannya bisa menyalip perkembangan roket di India, Iran, Korea Selatan, dan Tiongkok. Lebih jauh lagi bisa mempercepat impian Lilis melihat roket Indonesia yang bisa mengantarkan astronot menjelajah luar angkasa dan mendarat di bulan. (*/c6/ari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar