Lilis Mariani, salah seorang di antara ahli roket perempuan yang masih langka di Indonesia.
Foto : Hilmi Setiawan/Jawa Pos
Kiprah perempuan dalam
teknologi roket tanah air masih terbilang langka. Di antara yang langka
itu adalah Ir Lilis Mariani MEng yang kini berkiprah di Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
M. HILMI SETIAWAN, Jakarta
BERBICARA roket, yang terbayang di benak adalah sebuah benda panjang
dengan moncong runcing yang mampu terbang menjelajahi ruang angkasa.
Kemudian, ia bisa mendarat di bulan dan menurunkan sejumlah astronot.
Bayangan seperti itu juga muncul saat Lilis Mariani akan menjejakkan
kaki di dunia roket tanah air. Setelah tamat SMAN 21 Jakarta pada 1987,
Lilis muda memberanikan bergabung ke Lapan. Alasan Lilis kala itu adalah
lokasinya dekat dengan rumahnya di kawasan Rawamangun, Jakarta.
Sayangnya, hingga saat ini, bayangan roket buatan Indonesia yang mampu
mengarungi ruang angkasa itu belum terwujud. "Perlu pengembangan cukup
lama lagi untuk menciptakan roket yang bisa menjelajah sampai ruang
angkasa. Saat ini, roket kita masih di dalam atmosfer," terang ibunda
Dian Fadhilah Nugraha, 12; dan Meydiandra Anisa, 9; itu ketika ditemui
di Park Hotel, Jakarta, Kamis lalu (5/4).
Lilis menuturkan, perkembangan roket di Indonesia berjalan dinamis. Jika
dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, kualitas penciptaan
roket Indonesia tidak kalah. Tetapi, jika dibandingkan dengan India,
Jepang, Tiongkok, dan Iran, teknologi roket negeri ini kalah jauh.
"India, misalnya, sudah memiliki roket yang mampu menjelajah luar
angkasa," kata dia.
Alumnus S-2 bidang aerospace engineering di Nagoya University itu
menjelaskan, sejak berkarir di Lapan, dirinya terus berada di bidang
roket. Perempuan yang menjabat sebagai kepala bidang teknologi struktur
dan mekanik Pusat Teknologi Roket (Pustekroket) Lapan tersebut mengaku
sudah lupa berapa banyak roket yang dihasilkan bersama tim. Baik untuk
kepentingan riset internal Lapan maupun memenuhi pesanan pihak luar,
seperti Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Riset dan
Teknologi (Kemenristek), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), serta PT Pindad.
Peneliti yang meraih gelar sarjana di Missouri University of Science and
Technology itu mengatakan, banyak proyek pembuatan roket yang masuk
kategori rahasia. Karena berkaitan dengan bidang pertahanan negara,
teknologinya tidak boleh bocor ke pihak lain. Tetapi, ada juga pembuatan
roket yang bersifat umum dan tidak rahasia. Roket jenis itu, antara
lain, berfungsi untuk urusan meteorologi atau mitigasi bencana.
Saat ini, Lilis bersama tim roket Lapan sedang mengerjakan empat proyek
roket sekaligus. Empat proyek roket itu adalah roket RX-550, roket cair,
roket konversi, dan roket kendali. Di antara empat roket tersebut,
jenis roket yang bisa mendongkrak kemampuan perakitan roket Indonesia
adalah roket kendali. "Sebab, selama ini Indonesia masih belum memiliki
roket kendali," kata perempuan kelahiran Jakarta, 19 Maret 1968, itu.
Pada saat proyek roket kendali terus dikebut, Lilis juga menerangkan
perkembangan roket RX-550 (kaliber 500 mm). Roket yang memiliki panjang
8-10 meter itu hingga saat ini masih terus menjalani tahap revisi
desain. Lapan menargetkan, roket yang mampu meluncur hingga 500 km
tersebut rampung akhir tahun ini.
Roket yang sedang dirancang memiliki kecepatan tujuh kali kecepatan
suara -satu kali kecepatan suara sama dengan 350 m/detik- itu berfungsi
sebagai roket pengorbit satelit. Di tengah banyaknya jenis roket yang
pernah dia buat, Lilis menyatakan selalu deg-degan ketika mengikuti uji
coba peluncuran roket. Daerah yang sering digunakan Lapan untuk titik
uji coba roket, antara lain, Garut, Jawa Barat, dan Baturaja, Sumatera
Selatan.
Meski sudah merakit dan menguji coba roket bertahun-tahun, istri Didik
S. itu sering kecewa jika melihat roket gagal dalam misi uji coba. "Ya,
kalau gagal uji coba, itu banyak. Misalnya, meledak semua atau macet
tidak bisa meluncur," katanya.
Jika roket yang diuji coba meledak dan rata-rata hancur menjadi
puing-puing, Lilis bersama tim harus memulai sejak awal lagi untuk
merakit roket sejenis. Begitu pula, ketika roket berhasil meluncur saat
uji coba, dia harus membuat lagi yang baru. Sebab, rata-rata roket
bersifat sekali pakai. Hanya pesawat ulang-alik yang termasuk kategori
roket tidak habis pakai.
Pada saat tren positif perkembangan teknologi roket di tanah air,
terdapat persoalan regenerasi ahli roket yang lambat. Khususnya, ahli
roket perempuan. Perbandingan ahli roket perempuan dan laki-laki di
Lapan sangat tidak berimbang. Ahli roket perempuan hanya belasan orang,
sedangkan yang laki-laki hampir seratus orang.
Menurut Lilis, profesi sebagai ahli roket terbuka bagi siapa saja.
"Perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama. Asal
sungguh-sungguh dan mau belajar, siapa saja bisa berkarir di bidang
ini," ujar perempuan yang hobi berkebun itu.
Lilis menambahkan, memang ada kesan rumit ketika mempelajari teknologi
roket. Kerumitan mempelajari roket di Indonesia tambah pelik karena
belum ada perguruan tinggi yang mengadakan program khusus tentang
teknologi roket. Hingga saat ini, materi tentang roket disisipkan dalam
program teknik penerbangan di beberapa kampus.
Memang dalam perkembangannya, ilmu tentang roket bisa dipelajari lebih
sederhana. Di antaranya, melalui roket air. Dengan memanfaatkan air
sebagai pengganti bahan bakar, roket air tercatat bisa meluncur hingga
2.000 kaki atau sekitar 623 meter.
Selain itu, teknologi roket secara sederhana bisa dilihat pada sistem
kembang api yang sering diluncurkan di malam pergantian tahun. "Saya
berharap kepada generasi muda Indonesia agar tidak perlu takut
mempelajari teknologi roket," katanya.
Lapan berupaya membuka akses masyarakat untuk mempelajari roket. Di
antaranya, dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat, terutama
anak-anak, yang ingin melihat perkembangan dan cara kerja roket di
Pustekroket Tarogong, Jawa Barat. Anak-anak bisa mempelajari roket dari
media roket air.
Lilis mengatakan, dirinya bisa betah bertahun-tahun menekuni bidang
roket karena menjalani kerumitan merakit atau membuat roket dengan
senang. "Kerumitan itu harus diubah menjadi tantangan," ucap perempuan
yang ingin masuk markas NASA (National Aeronautics and Space
Administration) di Washington, AS, itu.
Dia berharap, dengan semakin banyaknya pemuda yang berminat menekuni
bidang roket, perkembangan roket tanah air bisa melaju cepat. Harapannya
bisa menyalip perkembangan roket di India, Iran, Korea Selatan, dan
Tiongkok. Lebih jauh lagi bisa mempercepat impian Lilis melihat roket
Indonesia yang bisa mengantarkan astronot menjelajah luar angkasa dan
mendarat di bulan. (*/c6/ari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar