A4 SKY HWAK TNI AU
F5 TIGER TNI AU
HS HWAK TNI AU
F-16 Fighting Falcon
KEKUATAN alat utama sistem persenjataan di udara Nusantara terus dibenahi, ditambah, bahkan dipermodern,
seiring dengan perencanaan TNI-AU, yang dalam kurun waktu 2005-2024 akan mengganti sejumlah pesawat tempur dan angkut yang berusia 20-30 tahun.
Modernisasi alutista suatu negara, tidak bisa dipungkiri, harus terus dilakukan, meskipun anggaran mungkin menjadi kendala. Apa pun alasannya, modernisasi pesawat terbang harus dilakukan.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Imam Sufaat mengungkapkan, pergantian pesawat memang akan dilakukan mulai dari OV-10 Bronco yang kini telah di-grounded. Hal itu sebagai dampak dari beberapa musibah yang terjadi menimpa putra bangsa yang harus gugur dalam latihan. Pesawat tempur Hawk MK-53, F-5 Tiger, dan F-16 Fighting Falcon juga akan mengalami pergantian.
Sebanyak 16 pesawat tempur taktis OV-10 F Bronco buatan North American Rockwell Amerika Serikat, dengan ciri khasnya memiliki dua ekor, kali pertama datang ke Indonesia tahun 1976, dengan tugas penting, yakni mendukung operasi di daerah Timor Timur.
Kini, pesawat-pesawat itu berada di Skuadron Udara 21 Lanud Abdulrachman Saleh Malang dan mengakhiri tugasnya di sana. Nasibnya benar-benar berujung di ladang tebu pada Juli tahun lalu setelah terjadi musibah jatuh.
F-16 Fighting Falcon, pesawat tempur berjenis Multirole Fighter(multiperan) yang diproduksi oleh pabrikan Lockheed Martin kini berada di Skuadron Udara 3 Lanud Iswahyudi. Ini salah satu pesawat yang sangat terkenal di dunia, digunakan oleh 25 negara di seluruh dunia. Kini, di Indonesia mulai dibenahi dengan dua pilihan, membeli F-16 baru tapi hanya terjangkau beberapa buah saja. Atau menerima hibah dari pemerintah Amerika sebanyak 24 buah pesawat tempur F-16.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sudah optimis, pesawat hibah tersebut tidak lama lagi akan menginjak di Bumi Pertiwi. Kini, Kementerian Pertahanan juga sedang menyiapkan peralatan untuk melakukan peningkatan kemampuan F16 hibah tersebut.
Pesawat Hawk MK-53 milik Skuadron Udara 15 di Lanud Iswahyudi masuk ke Indonesia pada tanggal 29 September 1980. Masa pakai pesawat tersebut akan habis di tahun 2011. Pesawat buatan Inggris, yang dibeli pada tahun 1978 tersebut, sudah lama menganggur karena mengalami kerusakan mesin. Hebatnya, Skuadron Teknik 042 Iswahyudi berhasil memperbaiki lagi dan menfungsikannya sebagai pesawat tempur.
Super Tucano
Kini, modernisasi pesawat terbang sudah menapak jalan, dengan diawali datangnya pesawat canggih asal Rusia, Sukhoi SU-27 ataupun SU-30, melalui pangkalan udara Iswahyudi Maospati Magetan. SU-27 Flanker adalah pesawat tempur generasi ke 4, pesawat ini murni pesawat tempur fighter dengan kemampuan serangan udara ke udara yang paling unggul di kelasnya.
Sukhoi Su-27SK / Su-30SK yang dikenal dengan manuver kobranya kini jadi kebanggaan anak bangsa, berada di Skuadron Udara 11 Pangkalan Udara Hasanuddin Makassar.
Dan kebanggaan ini pun akan bertambah lagi di kala Super Tucano EMB-314 pengganti OV-10F Bronco datang dari Brasil. Mengapa pesawat ini jadi begitu menarik dan patut disimak meski masih menggunakan baling-baling (propeller). F-16 dan Hawk MK-53 masih menjadi perbincangan dan perdebatan untuk mengganti dan apa penggantinya. Justru pengganti OV-10 sudah matang, tinggal menunggu kedatangannya.
Berbekal pengalaman Si Kuda Liar yang memiliki prestasi gemilang dalam melakukan pertempuran taktis, perang gerilya di Timor Timur ataupun di Aceh semasa operasi GAM, pesawat ini sangat berperan. Dari pengalaman dan kemampuannya itulah, salah satu keputusan untuk mencari pengganti OV-10F adalah dengan beragam kriteria yang mendekati kemampuan yang dimiliki OV-10.
Kepastian pengganti OV-10 disampaikan Marsekal Pertama TNI Irawan Supomo, Komandan Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh waktu itu. Setelah dilakukan serangkaian uji kinerja terhadap beberapa calon pengganti Bronco, sepertinya lebih cocok dengan Super Tucano.
Irawan menuturkan, ada lima jenis pesawat yang dilirik TNI Angkatan Udara sebagai penggantinya. Yakni KO-1 dari Korea, K-8 Karakorum produksi bersarna China dan Pakistan, EMB-314 Super Tucano buatan Brasil, T-6B Texan II (Amerika Serikat) dan Pilatus PC-9 buatan Swiss. “Hanya dua yang diajukan ke Departemen Pertahanan, yaitu Tucano dan KO-1,” katanya waktu itu.
Jenis pilihan pesawat pengganti itu pun berbeda-beda, tapi dari beberapa kriteria pesawat yang diusulkan sebagai pembanding, akhirnya hanya Su (Sukhoi) 25/39, L-159B buatan Cheko, YAK 130, K8P dan KO-1 yang lebih sesuai.
Alih Teknologi
Su 25/39, pesawat Sukhoi buatan Rusia, merupakan pesawat mesin jet ganda untuk dukungan serangan udara jarak pendek. L-159B buatan Cheko merupakan penempur ringan yang dirancang bisa dipergunakan untuk segala fungsi. Pesawat latih berkursi ganda (pengembangan L159A) didesain sebagai pesawat latih lanjut (Advanced and Operational/Lead-In Fighter Training).L159B dapat dikonfigurasi sesuai spesifikasi kebutuhan negara pemesan. Selain mengadopsi peran pesawat latih jet, pesawat ini dapat diubah fungsi sebagai pesawat tempur ringan, termasuk membawa rudal darat-udara dan udara-udara, juga melakukan misi-misi lain, seperti kombatan, patroli udara dan intai/mata-mata. Pesawat ini menggunakan mesin jet buatan Honeywell/ITEC F124-GA-100 yang disebut-sebut sebagai mesin terbaik dikelasnya.
Calon lainnya adalah M346 buatan Italia, K8P buatan China dan KO1B buatan Korea. TNI-AU sudah tahu karakterisitik pesawat buatan Korea, di antaranya sudah digunakannya K0-1 Wongbee di Skuadron Pendidikan (Skadik) 102 Lanud Adisucipto, Yogyakarta.
Dari lima jenis pesawat sebagai pembanding, ditinjau dari sisi essential dan kriteria tambahan, ternyata EMB-314 paling unggul dibanding lainnya, seperti Sukhoi 25/39, L159A, YAK 130, K8P dan KO-1. Misalnya dalam kemampuan melaksanakan manuver dengan kecepatan tinggi dan rendah. EM B-314 lolos, sementara Yak 130 gagal. Juga dalam kemampuan melaksanakan operasi malam hari, kemampuan terbang malam tanpa eksternal tangki. Juga mampu membawa senjata, baik berupa bom, roket maupun senapan mesin.
Kriteria lainnya, pesawat dapat digunakan untuk jangka waktu minimal 25 tahun, dukungan operasional dapat dilaksanakan oleh pesawat C-130 Hercules. Mudah dalam suku cadang dan peralatan lainnya.
Hal ini memang tertuang dalam klausul alih teknologi, di mana suku cadang bisa diproduksi di PT Dirgantara Indonesia.
Kini, dengan sudah ditandatangani kontrak pembeliannya, hanya dalam hitungan bulan, langit Nusantara akan dihiasi dengan pesawat tempur taktis Super Tucano EMB 314 buatan Brasil.
Kehebatan dan kekaguman terhadap pesawat ini seperti yang dilontarkan pilot senior TNI AU, Marsda TNI Ganjar Wiranegara yang pernah mencoba kehebatan pesawat ini di Brasil pada tahun 2007 lalu. Meskipun pesawat tidak memiliki radar, avionil Super Tucano mampu menerima data link-nya (send/receive tracks/waypoint), weapon system status, present position transmission, transmit aircraft systems status, operational coordination serta intelligence information tentang targets dan avoidance area.
Bahkan untuk terbang malam, Super Tucano juga telah dilengkapi Night Vision Goggles (NVG) Gen III, di mana external dan internal lights full NVG compatible.
EMB 314 Super Tucano adalah pesawat buatan pabrikan Embraer Brasil. Pesawat ini masuk kategori pesawat antigerilya dan serangan udara-darat. Pada operasionalnya, pesawat ini lebih banyak digunakan untuk membantu pergerakan pasukan darat, terutama infantri, kavaleri dan artileri.
Komandan Skuadron 21 yang lama, Letkol Pnb Fairlyanto juga mengungkapkan keunggulan pesawat buatan Brasil ini. Service life 12.000 hingga 18.000 jam, dapat operasi malam. Bahkan mampu take off dan landing pada landasan minimal 1500 meter.
Kedatangan tim Mabes Angkatan Udara ke Brasilia, termasuk di dalamnya Komandan Skuadron 21 Pangkalan udara Abdulrachman Saleh Malang yang baru, Mayor Pnb James Yanes Singal pada awal Juli lalu mempertegas bahwa EMB-314 adalah yang dipesan pemerintah Indonesia menggantikan OV-10 F Bronco. Kedatangan di sana diartikan sebagai Design Review Meeting (DRM) yang dimaksudkan sebagai penentu akhir sebelum pesawat itu dirakit.
“Artinya, dengan adanya DRM, itu berarti sudh final bahwa pesawat EMB-314 Super Tucano dengan kondisi seperti itulah yang dipesan oleh Indonesia,” kata James Yanes. Memang masih kosongan tanpa amunisi, tapi paling tidak pesawat itu sudah di install untuk pemasangan beragam persenjataan.
Kini, personel sudah disiapkan, baik penerbang, ground crew, dan personel lainnya, untuk pemeliharaan tingkat ringan dan sedang. Bahkan kemampuan bahasa pun sudah diarahkan ke percakapan sehari-hari dalam bahasa Inggris. Tinggal pelaksanaannya pengiriman personel ke Brasil.
Besar harapan KSAU, 9 April 2012 di langit Nusantara akan dihiasi minimal empat pesawat Super Tucano mewarnai ulang tahun TNI-AU.
Ke depan pun, langit Ibu Pertiwi semakin semarak di kala pesawat latih dengan kecepatan supersonik T-50 Golden Eagle buatan KAI (Korea Aerospace Industries) tiba. Pesawat ini sebagai pengganti F-16 dan akrab disebut miniatur dari F-16. Cocok untuk pertempuran langsung terutama Air to Air dan Air to Ground. Pemerintah sudah menandatangani pembelian pesawat total 16 Unit sejak april 2011 dan akan tiba tahun 2013.
Bahkan pesawat Hawk MK-53 juga akan mengalami modernisasi dengan akan digantikannya pesawat ini. Ada empat jenis pesawat yang sudah dicoba, L-159B dari Ceko, Yak 130 dari Rusia, Aermacchi M346 dari Italia, dan Chengdu FTC-2000/JL-9 dari China.
Apa pun jenisnya, pesawat baru tersebut, sepanjang pada kontrak awal ditegaskan ada alih teknologi, tidak menutup kemungkinan PT Dirgantara Indonesia juga akan mumpuni untuk membuat seluruh atau sebagian pesawat tempur yang dimiliki TNI-AU. Mudah-mudahan.(Wihardjono-24).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar