13 Agustus 2009, Surabaya -- Operasi pengamanan pulau-pulau terluar perlu terus dilakukan. Sebab, pulau terluar tidak hanya rentan terhadap ancaman pendudukan angkatan bersenjata asing, tetapi juga bisa menjadi tempat persembunyian teroris maupun pelaku pencurian ikan.
”Ancaman tidak selalu berupa ancaman fisik dari angkatan bersenjata asing. Tetapi, ketika tidak dimanfaatkan, pulau-pulau terluar itu bisa digunakan orang- orang yang tidak bertanggung jawab kendati sampai sekarang hal itu belum terjadi,” kata Komandan Pasukan Marinir I Brigjen (Mar) I Wayan Mendra seusai memimpin serah terima Komandan Batalyon Intai Amfibi Pasmar I dari Letkol (Mar) Nur Azis kepada Mayor (Mar) Feriyanto Marpaung, Rabu (12/8) di Surabaya., Jawa Timur.
Berdasarkan kajian Korps Marinir, ada 92 pulau strategis terluar yang harus dijaga di seluruh Nusantara. Dari 92 pulau itu, 15 di antaranya berpotensi konflik dengan negara tetangga karena batas negara masih dibahas bersama. ”Pulau itulah yang prioritas diamankan. Dari 15 pulau tersebut, ada satu-dua yang pengamanannya bisa dicakup dari satu tempat secara bersamaan,” ujar Mendra.
Ia menambahkan, di wilayah Indonesia timur terdapat empat pulau terluar yang harus dijaga. Keempat pulau tersebut adalah Pulau Fani, Bras, Fanildo, dan Dana. ”Untuk pengamanan keempat pulau tersebut, pasukan diterjunkan lebih dari 150 personel. Mereka dirotasi setiap enam bulan. Tujuan rotasi, menghindari depresi prajurit,” kata Mendra lagi.
Pengamanan pulau terluar, menurut Mendra, merupakan mandat dari seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, pelaksanaan pengamanan itu tidak akan ada hentinya. ”Operasi dilaksanakan sepanjang tahun untuk menjaga kedaulatan Indonesia,” katanya.
Instruksi
Sejumlah anggota TNI AL melakukan pemantauan lokasi penyelaman massal di pantai Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, Kamis (13/8). Sebanyak 2497 penyelam telah mendaftarkan diri untuk ambil bagian dalam penyelaman rekor dunia selam dan upacara kemerdekaan RI bawah air. (Foto: ANTARA/Basrul Haq/Koz/nz/09)
Masih terkait ancaman terorisme, di Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Bupati Ende Don Bosco M Wangge kemarin menginstruksikan seluruh camat di kabupaten itu meningkatkan pengawasan, terutama menjelang Sail Indonesia 2009 yang dijadwalkan pada 5 September.
”Pada prinsipnya, kami tetap siaga. Sebab, terorisme itu bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Apalagi, menjelang Sail Indonesia yang pesertanya ratusan orang dari luar negeri. Ini rawan. Sebab, informasi dari media, sasaran terorisme itu orang Amerika Serikat dan secara umum bule (warga negara asing). Padahal, bule-bule nanti yang datang ke Ende kan bukan saja orang Amerika,” kata Don.
Sail Indonesia 2009 berlangsung Agustus-September dengan tiga daerah tujuan di Nusa Tenggara Timur: Ende, Nagekeo, dan Labuan Bajo. Sekitar 300 peserta bertolak dari Australia awal Agustus 2009 menuju Saumlaki, Ambon, Manado, Wakatobi, lalu ke Ende.
KOMPAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar